Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya & Layer di Surabaya
SIKKA - Ada dugaan kuat raihan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Pemerintah Kabupaten Sikka 2021 penuh dengan rekayasa jika dikaitkan dengan penggunaan dan pertanggungjawaban dana BTT Badan Penanggulaan Bencana Daerah (BPBD) Sikka 2021.
Baca juga:
Alex Wibisono: Demokrasi Kentut
|
Sungguh memalukan pola kerja dan pertanggungjawaban tata kelola keuangan demi meraih WTP di 2021 serta bonus miliaran rupiah dari pemerintah pusat atas prestasi tersebut. Perilaku oknum - oknum ASN memberikan tontonan buruk kepada publiknya sendiri.
Modus konspirasi busuk tergambar sebagai berikut.
Dana BTT BPBD 2021 diduga ada kesalahan dalam tata kelola administrasi keuangan sehingga ada dana senilai Rp. 988.765.648 tidak bisa dipertanggungjawabkan dan bersamaan dengan pemeriksaan BPK NTT terhadap tata kelola dan pertanggungjawaban keuangan negara di Pemkab Sikka.
Agar tata kelola keuangan ini tidak bermasalah di mata BPK NTT untuk meraih WTP, maka sutradara pengelolaan administrasi pemerintahan daerah yang dalam hal ini Sekretaris Daerah memanggil MRL bendahara pembantu di BPBD Sikka untuk membuat surat tanggungjawab mutlak terhadap uang negara senilai Rp 988.765.648.
Pola licik ini memperlihatkan gaya pilatus yang ingin mencuci tangan dari dugaan penyalagunaan dana BTT BPBD 2021 tersebut.
Modus kejahatan ini sangat jelas terlihat bahwa tanggunggugat dan tanggungjawab persoalan dana BTT BPBD hanya diletakkan pada pundak MRL sendiri.
Baca juga:
Tony Rosyid: Puan Makin Terancam?
|
Apakah memang selama ini tanggungjawab tata kelola uang dan kerugiannya selalu dibebankan kepada pegawai rendahan/bawahan? Padahal filosofi kejahatan korupsi lahir dari adanya kewenangan yang sering disalahgunakan dan kewenangan tersebut ada karena jabatan.
Pertanyaannya, apakah jabatan bendahara pembantu adalah jabatan yang paling tinggi di suatu dinas atau badan? Sudah pasti jawaban tidak. Jika tidak, lalu siapa yang mempunyai jabatan tertinggi di BPBD jawabannya adalah kepala BPBD.
Selanjutnya jabatan tertinggi dalam kaitannya tata kelola administrasi pemerintahan sebuah kabupaten adalah sekretaris daerah. Seterusnya tanggungjawab tertinggi penggunaan keuangan di Kabupaten tidak lain adalah Kepala Daerah yang dalam hal ini Bupati.
Atas dasar tata kelola administrasi Pemerintahan, maka Sekda sudah pasti bertindak untuk dan atas Bupati Sikka konsekuensi kewenangan mandat sehingga tidak mungkin perbuatan nekad dan memalukan ini lahir dari niat murni Sekda Sikka. Sudah pasti Sekda sebelum melakukan tindakan nekad ini terlebih dahulu berkonsultasi dengan atasanya yakni Bupati Sikka.
Oleh karena itu, pengambilan uang 109 juta yang diduga dari Perumda Wair untuk tebus sertifikat hak milik MRL bendahara BTT kantor BPBD Sikka yang dijaminkan di BNI cabang Maumere, dugaan kuat diketahui Bupati dan Sekda.
Uang ini kemudian dikorbankan sebagai pinjaman pribadi MRL guna menebus sertifikat tanah miliknya yang sedang diagunkan pada BNI Cabang Maumere. Disini terlihat pola kerja rekayasa tingkat tinggi yang dinahkodai Sekda Sikka untuk menutupi belanja tidak terduga (BTT) BPBD Sikka senilai Rp 988.765.648 secara tata kelola administrasi belum dapat dibuktikan.
Semua ini demi meraih prestasi WTP 6 kali berturut turut dengan mulus yang sejatinya penuh tipu daya. Oleh karena itu, pertanyaan pertama kepada anggota DPRD Sikka, jika anda sekalian duduk di kursinya rakyat dapat gaji serta tunjangan atas nama rakyat Sikka beranikah menggunakan hak interpelasi memanggil Bupati Sikka agar memberikan keterangan dalam kaitannya dengan penanggungjawab tertinggi tata pengelolaan keuangan di daerah?
Kepada Kepala Kejaksaan Negeri Sikka, dugaan tindak pidana korupsi sebagai suatu rangkaian perbuatan yang tidak terpisahkan dari adanya penyalagunaan wewenang dan perbuatan melawan hukum dalam penggunaan dana BTT BPBD 2021 demi mendapat prestasi WTP 2021, agar segera memanggil Bupati Sikka, Sekda Sikka, Ketua BPBD lama Daeang Bakir, dan MRL bendahara pembantu di BPBD Sikka demi mendapatkan kebenaran formil dari tindak pidana korupsi. Sekaligus menepis anggapan hukum tumpul ke atas dan tajam kebawa hanyalah mitos bagi Nian Tana Sikka.