Oleh Marianus Gaharpung SH. MS Dosen FH Ubaya dan Lawyer di Surabaya
SIKKA - Dengan adanya undang undang kesehatan, undang undang kedokteran, undang undang keperawatan dan undang undang kebidanan tidak lain agar profesi yang berkaitan dengan kesehatan manusia bekerja sesuai standar profesi medis, standar operasional prosedur, agar profesi medis ini mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya serta sebaliknya agar masyarakat mendapatkan perlindungan hukum akibat tindakan tenaga kesehatan.
Kasus yang menimpah ibu hamil (bumil) Marta yang terjadi di Puskesmas Wolomarang sampai menemui ajalnya menyimpan banyak cerita misteri yang wajib diketahui dan dibuktikan dalam proses tindak pidana.
Ada dugaan ibu hamil asal Palue ini datang dalam keadaan hamil mau melahirkan ke Puskesmas Wolomarang didampingi saudari perempuannya mulai masuk, proses persalinan sampai menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Tc Hillers Maumere.
Ketika ibu Marta mengalami kontraksi persalinan disertai ketuban pecah dan perdarahan seharusnya bidan yang menangani saat itu segera berkoorsinasi dengan dokter itu adalah standar operasional prosedur tetapi bidan tersebut sama sekali tidak melakukan bahkan bersama bidan yang lainnya menekan perut ibu hamil agar bayi keluar ini adalah suatu tindakan yang sangat dilarang dalam proses persalinan karena bidan bukan dukun beranak.
Ketika terjadi perdarahan yang luar biasa ibu Marta segera dirujuk ke Rumah Sakit Tc. Hillers ternyata bidan atau petugas malam itu di Puskesmas Wolomarang tidak ada satupun memiliki nomor handphonenya sopir akhirnya suami (keluarganya) ibu Marta yang harus pergi jemput sopir ambulanz dengan sepeda motor agar segera dilarikan ke Rumah Sakit TC. Hillers.
Baca juga:
Tony Rosyid: Puan Makin Terancam?
|
Sesampainya di rumah sakit, ibu Marta terus meminta agar diberikan tranfusi darah tetapi bidan/perawat mengatakan besok pagi saja. Akhirnya keesokan harinya, dokter datang tanya golongan darah ibu Marta apa dijawab petugas ketika itu golongan darah "0" betapa kaget dokter waktu itu dengan mengatakan golongan darah "0" selalu tersedia.
Atas dugaan kelalaian ini akhirnya ibu Marta tidak dapat tertolong karena kekurangan darah menghembuskan nafas terakhirnya dan meninggalkan bayi mungil sebatang kara.
Tragedi ini oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka yang bukan latar belakang tenaga medis mengatakan kematian ini sudah sesuai SOP kebidanan.
Wajar beliau bicara mewakili terduga kematian ibu Marta tetapi dari aspek hukum terus menjadi pertanyaan apakah benar kematian bu Marta sudah sesuai SOP sehingga kematiannya bukan malpraktek tetapi risiko medis? Alat ukur yang harus digunakan membuktikan tindakan bidan sudah sesuai SOP atau adanya unsur tindak pidana tindakan kelalaian yang mengakibatkan kematian ibu Marta adalah undang undang kesehatan, undang undang kebidanan dan kitab undang undang hukum pidana serta standar profesi atau SOP kebidanan.
SOP persalinan adalah sebagai berikut setelah mencari informasi terkait persalinan dan kondisi ibu hamil, maka seorang bidan akan membantu persalinan ibu hamil dengan melakukan asuhan kebidanan yang dalam hal ini diatur berdasarkan SOP adalah sebagai berikut diawali dengan ibu mengalami gejala kontraksi, maka bidan melakukan pemerikasaan pada vagina.
Bidan menyiapkan pertolongan persalinan dengan memastikan peralatan yang akan digunakan dalam keadaan steril (bersih) untuk digunakan pada saat persalinan berlangsung.
Bidan melakukan pemeriksaan pada vagina kembali untuk mengetahui pembukaan ibu hingga dinyatakan pembukaan lengkap dan pemeriksaan keadan janin yang masih dalam perut dinyatakan kondisi janin baik.
Bidan menyiapkan keadaan ibu untuk melalui proses meneran dan untuk keluarga diberikan informasi untuk memberikan dukungan pada ibu untuk melalui proses meneran.
Bidan mempersiapan pertolongan kelahiran bayi dengan menyiapkan kebutuhan seperti handuk bersih atau kain sebagai pelapis pada bagian bokong si ibu.
Bidan membantu ibu dalam peroses meneran dengan melihat awal terjadi kelahiran bayi yang dimulai dari bagian lahirnya kepala, disusul bahu, kemudian badan dan tungkai bayi hingga keluar dari vagina ibu.
Kemudian bidan melakukan penangan bayi baru lahir seperti memerikasa kelengkapan anggota tubuh tangan dan kaki bayi, keadaan bayi untuk dapat menangis atau bernapas tanpa ada kesulitan.
Setelah itu, bidan mengeluarkan plasenta yang keluar bersamaan dengan bayi dengan melakukan penarikan agar keluar dari vagina ibu. Bidan melakukan penilai terkait perdarahan apakah ibu mengalami perdarahan atau dalam kondisi baik.
Bidan melakukan prosedur pasca kelahiran misalnya membantu ibu melakukan kontak pertama dengan bayi dan memberikan informasi untuk ASI pertama bagi bayi.
Terakhir melakukan evaluasi, yang dimaksudkan evaluasi adalah pemantau terhadap kondisi ibu untuk dapat mengetahui apa terjadi kontraksi dan pencegahan perdarahan.
Pertanyaannya, apakah semua langkah SOP tersebut sudah dilakukan secara benar dan terukur ketika malam itu dalam tindakan persalinan bumil Marta? Karena kami sangat yakin jika dijalankan secara benar dan terukur, maka tidak mungkin ibu Marta harus menemui ajal.
Pertanyaan selanjutnya, apakah keluarga korban berhak melaporkan kepada aparat Resort Polres Sikka? Jika demi mendapatkan kebenaran dan keadilan dalam pelayanan medis oleh mereka yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan termasuk bidan Puskesmas Wolomarang yang menangani Ibu Marta, maka keluarga korban harus menempuh jalur hukum dengan laporan pidana Pasal 359 KUHP dan Pasal 84 ayat 2 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.